Penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung serta pembuluh darah memanglah jadi momok menakutkan untuk beberapa orang. Sayangnya, banyak orang-orang serta profesional kesehatan alami tantangan berkaitan penyakit ini, seperti diagnostik baru serta modalitas penyembuhan.
Smart Detox
Universal Health Coverage dengan biaya terbatas sudah diterapkan di semua dunia, termasuk juga di Indonesia. Oleh karenanya, pendekatan multidisipliner dibutuhkan untuk menjawab beragam tantangan itu serta di bagian beda, penambahan kwalitas SDM kesehatan, seperti dokter, perawat serta tenaga kesehatan yang lain di semuanya level kesehatan jadi begitu perlu untuk dikerjakan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) juga dengan berkelanjutan menangani penyakit membahayakan ini dengan maksimal.
“Sejak berdirinya PERKI pada th. 1957 sampai saat ini, perhimpunan ini tetaplah berkelanjutan dalam menangani dengan maksimal problem penyakit jantung serta pembuluh darah dari mulai fetal sampai geriatric. Service kardiovaskular di Indonesia sekarang ini hadapi tantangan dalam masa Universal Coverage, dokter dituntut supaya bisa bekerja dalam system hingga bisa menolong Pemerintah dalam kontrol kwalitas serta cost kesehatan orang-orang, " tutur DR. Dr. Ismoyo Sunu, SpJP (K), FIHA, FAsCC, Ketua Umum PERKI waktu didapati di Jakarta.
Di bagian beda, dr. Ismoyo menerangkan BPJS jadi satu milestone service kesehatan Indonesia, bertindak perlu dalam usaha penyembuhan kardiovaskular yang luas di orang-orang, hingga tidak cuma penyakit kardiovaskular yang enteng saja namun banyak juga terdiagnosis penyakit tidak berhasil jantung lanjut, penyakit iskemik miokard lanjut serta penyakit vaskuler peripheral. Kenyataan ini, makin menguatkan prinsip PERKI untuk selalu mengupdate ilmu dan pengetahuan kardiovaskular untuk beberapa dokter di Indonesia lewat penyelenggaraan ASMIHA setiap tahunnya.
dr. Ismoyo menerangkan, usaha tata laksana penyakit kardiovaskular lanjut yang berkwalitas pastinya tidak lepas dari perubahan IPTEK yang membutuhkan pengkajian terus-terusan serta membutuhkan cost yang tinggi. Hingga pada ASMIHA ke-26 ini, PERKI bekerjasama dengan Asian Pacific Society of Cardiology (APSC), American College of Cardiology (ACC), European Society of Cardiology (ESC), ASEAN Federation of Cardiology (AFC), Cardiac Society of Australia and New Zealand (CSANZ) serta the Japanese Circulation Society (JCS). Maksud kerjasama ini terkecuali tingkatkan pengetahuan IPTEK kardiovaskuler terbaru, juga wujudkan hubungan kerja antar society dalam pengembangan IPTEK kardiovaskular yang lebih efektif serta diinginkan beberapa kardiologis Indonesia nantinya dapat wujudkan pembuatan perlengkapan kardiovaskuler dengan cost yang ekonomis. Hubungan kerja pada societies juga diinginkan bisa menangani keperluan nasional jumlah kardiolog dengan kompetensi kelanjutan dengan dengan kirim spesialis jantung Indonesia untuk ikuti Fellow in Training diluar negeri.
“Pada ASMIHA kesempatan ini, PERKI mengangkat session spesial untuk mensosialisasikan program STEMI yang telah dikerjakan mulai sejak Juni 2014. Sosialisasi ini diinginkan juga akan wujudkan penambahan angka reperfusi pada STEMI hingga penyakit iskemik miokard lanjut termasuk juga tidak berhasil jantung iskemik lanjut bisa dihindari dengan penting. Pada saat ASMIHA kesempatan ini, " tambahya.
Disamping itu, Ketua Pelaksana ASMIHA ke-26, DR. Dr. Iwan Dakota, SpJP (K), MARS, FIHA menyebutkan, seperti kita kenali, hingga sekarang ini penyakit kardiovaskular terdaftar jadi penyakit penyebabnya kematian ke-3 paling banyak di Indonesia serta dunia. Penyakit kardiovaskular akan menyebabkan rusaknya di organ yang lain, oleh karenanya pendekatan multidisipliner begitu dibutuhkan untuk mengatasi penyakit ini.
“Berbagai bahasan yang juga akan diangkat, yakni acute cardiac practice, tidak berhasil jantung, prevensi kardiovaskular, hipertensi, sindrom kardio-metabolik, riset sel-punca dalam kardiovaskular, bedah, dan lain-lain. Kami mengharapkan acara ini bisa merangsang ide- inspirasi riset beberapa profesional kesehatan, ” imbuhnya.
Pada saat yang sama, DR. Dr. Anwar Santoso, SpJP (K), FIHA, FAsCC, FESC, FACC, FICA, Ketua Kolegium Pengetahuan Penyakit Jantung serta Pembuluh Darah Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia menyebutkan, Berdasar pada Riskesdas 2013, angka peristiwa hipertensi sejumlah 26, 9% di orang-orang, penyakit cholesterol 37-38% serta diabetes sejumlah 2, 1% di th. 2013. Angka penyakit diabetes ini cuma 1, 1% dari th. 2007. Selain itu, angka obesitas terdaftar sejumlah 20% pada populasi di atas umur 18 th., serta merokok sebesar 36-37% yang pada akhirnya kesemuanya itu bisa membawa efek pada penyakit jantung koroner & pembuluh darah.
Riskesdas 2013 juga mencatat kalau angka kematian tertinggi pada penyakit cerebrovaskular atau stroke sejumlah 27%, dibarengi oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, diabetes, serta penyakit paru. Itu semuanya masuk dalam kelompok penyakit tidak menyebar yang ada di angka 60-65%. Angka ini nyaris sama juga dengan di negara- negara beda didunia, terlebih di negara-negara yang tengah berkembang. Angka yang demikian tinggi ini beresiko sekali, karna bila tidak dikerjakan program mencegah primer atau sekunder, jadi negara serta orang-orang juga akan memikul beban pembiayaan untuk penyembuhan penyakit ini.
“Jika tidak dikerjakan usaha mencegah pada penyakit-penyakit ini, jadi negara maupun orang-orang juga akan memikul beban pembiayaan penyembuhan. Di negara yang telah maju, prevalensi serta aspek resiko penyakit kardiovaskular alami penurunan, namun untuk negara yang masih tetap berkembang jadi bertambah. Sayangnya negara berkembang mempunyai biaya kesehatan yang lebih sedikit dibanding negara maju, ” dikatakannya selanjutnya.
Dalam presentasinya, dr Anwar juga menyampaikan, “Terkait masalah itu, di sini diperlukan service kesehatan yang terintegrasi, terutama untuk penyakit kardiovaskular. Service terintegrasi tujuannya yaitu service yang komprehensif, yang diawali pada System Jaminan Kesehatan Nasional yang terbagi dalam Strata Service Primer (Puskesmas atau Klinik Pratama), Sekunder (RS kelas C serta D), ataupun Service Tersier (RS Kelas A serta B).
Dalam system yang terintegrasi bila pasien dari service primer tidak dapat dikerjakan, ia tidak dapat segera dirujuk ke service tersier, pasien mesti lewat service sekunder terlebih dulu. Semestinya 75% problem penyakit jantung serta pembuluh darah bisa dikerjakan di service primer, lantas selebihnya jumlah 25% dapat dirujuk ke service sekunder serta tersier. Orang-orang mesti memperoleh program kesehatan, penyembuhan dalam konteks rawat jalan atau rawat inap. Tetapi, yang lebih perlu dari itu yaitu aktivitas mencegah penyakit.
Proses system terintegrasi sekarang ini masih tetap menjumpai sebagian masalah yang keluar dari 3 segi, yakni orang-orang atau pasien, dokter, serta system kesehatan. Di kelompok orang-orang atau pasien, biasanya kepedulian orang-orang masih tetap rendah pada penyakit kardiovaskular, tentang efeknya, kurang memahami pada aspek resiko serta langkah mencegahnya. Satu diantara langkah mengatasi problem itu, yakni lewat cara membuat edukasi terus-terusan. Selain itu, pada beberapa orang-orang tidak mempunyai cost yang cukup untuk berobat. Meskipun untuk berobat ke rumah sakit atau puskesmas dengan BPJS tidak dipakai cost, tetapi orang-orang masih tetap memerlukan cost sendiri untuk pergi ke puskesmas atau rumah sakit, hingga hingga saat ini masih tetap ada sekitaran 40% jumlah orang-orang yang belum juga tercover BPJS. Pada tingkat dokter atau service kesehatan, dijumpai kalau beberapa dokter masih tetap bertujuan kalau pekerjaan mereka cuma memberi service kesehatan dengan kuratif, walau sebenarnya semestinya mereka juga memberi service mencegah, rehabilitasi, bahkan juga lakukan promosi kesehatan.
Dokter juga belum juga seutuhnya mengaplikasikan system Clinical Practice Guideline (CPG), walau PERKI telah keluarkan 8 CPG mulai sejak th. 2013 sampai 2017. Serta pada ASMIHA th. ini juga akan di keluarkan 2 CPG yang baru yakni mengenai Cardiovascular Imaging serta Dislipidemia. CPG itu bisa di unduh semua dokter dengan gratis di situs PERKI : www. inaheart. org.
“Yang paling akhir, yakni pada System Kesehatan. PERKI mendorong Pemerintah pengesahan CPG yang sudah ada untuk jadikan Dasar Nasional Service Kesehatan (PNPK). Negara ini tidak mempunyai biaya yang besar untuk system service kesehatan seperti untuk penyembuhan atau service kuratif, oleh karenanya diperlukan beberapa usaha mencegah supaya biaya kesehatan tidak semuanya habis untuk pembelian obat serta alat-alat kesehatan, " katanya.
Dr. Renan Sukmawan, ST, PhD, SpJP (K), MARS, FIHA, FACC, Ketua Komite Ilmiah ASMIHA ke-26 menyampaikan, yang staf pengajar Departemen Kardiologi serta Kedokteran Vaskular FKUI/Pusat Jantung Nasional Keinginan Kita menyampaikan, sekarang ini dunia bertemu dengan meningkatnya populasi pasien dengan penyakit kardiovaskular yang makin kompleks serta lanjut. Hal semacam ini yaitu imbas kesuksesan dunia kedokteran tingkatkan survival pada beragam penyakit kardiovaskular. Di samping populasi pasien lansia semakin banyak dengan meningkatnya angka keinginan hidup. Dahulu angka kematian karena serangan jantung masih tetap tinggi, sekarang ini pasien serangan jantung banyak tertolong karna kesadaran orang-orang untuk selekasnya mencari pertolongan serta kekuatan diagnosis medis dan tata laksana yang tambah baik.
Pasien serangan jantung dibawah 12 jam mulai sejak yang dirasakan muncul umpamanya, sekarang ini dapat diselamatkan dengan aksi primary Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Demikian pasien datang ke rumah sakit segera dikerjakan katerisasi serta pemasangan ring di pembuluh darah yang terhalang. Namun sebagian diantara pasien saat serangan jantung beberapa otot jantungnya telah lebih dahulu rusak sebelumnya tiba dirumah sakit, terlebih mereka yang terlambat tiba dirumah sakit. Hal semacam ini menyebabkan berkurangnya peranan pompa jantung yang dikatakan sebagai tidak berhasil jantung.
Tidak berhasil jantung dapat juga berlangsung karna penyakit hipertensi lama yang tidak termonitor, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan, dan lain-lain. Populasi masyarakat lanjut usia yang semakin bertambah dengan penyakit degeneratif penyerta seperti hipertensi serta diabetes, juga ikut bertindak tingkatkan penyakit kardiovaskular lanjut seperti tidak berhasil jantung itu.
Tehnologi begitu diperlukan dalam mengatasi penyakit kardiovaskular di samping obat-obat yang maksimal. Beberapa pilihan tehnologi sudah ada yang pemakaiannya bisa sesuai dengan keadaan pasien, misalnya Left Ventricular Assist Piranti (LV Assist Piranti). LV Assist Piranti ini dipasang di jantung pasien untuk menolong menggerakkan jantung. Tidak berhasil jantung juga mengakibatkan pergerakan dinding jantung jadi tidak sinkron, yang semakin memperlemah pompa jantung. Di Indonesia sekarang ini kita telah bisa lakukan pemasangan Cardiac Resynchronization Terapi (CRT), yakni alat memiliki ukuran kecil yang dipasang untuk kembalikan gerak dinding-dinding jantung supaya lebih sinkron. Ada banyak pilihan beda, diantaranya stem cell yang saat ini tengah dalam bagian trial di RS Keinginan Kita.
" Kami tengah meningkatkan percobaan stem cell yang dapat diinjeksikan dengan segera kedalam jantung pasien, " katanya.
Stem cell juga akan dipakai bukan sekedar untuk penyakit jantung, namun juga pembuluh darah. Jadi bila banyak pembuluh darah di bagian-bagian badan yang sudah rusak, jadi sel juga akan diinjeksikan kedalam pembuluh darah itu. Kita juga memakai tehnologi untuk tutup pembuluh darah atau sisi jantung yang bocor atau terbuka umpamanya pada bayi. Beberapa besar proses itu memakai aksi non-operasi, yakni lewat cara memasukkan alat ke kateter.
Pada kelainan katup jantung, sekarang ini telah bisa dikerjakan usaha pergantian katup jantung aorta tanpa ada operasi. Pada pasien yang telah tua serta tidak bisa dikerjakan operasi bedah jantung terbuka umpamanya, untuk ganti katup aorta bisa dikerjakan dengan tehnologi Trans Aortic Valve Implantation. Lewat kateter yang dimasukkan ke pembuluh darah dibawah kulit, katup jantung ditinggalkan sampai kedalam jantung serta diperkembang dengan balon untuk ganti katup yang lama.
“Di samping itu, ada tehnologi lebih advanced sekali lagi yakni transplant, yang juga akan dibicarakan dalam satu session yang dikerjakan pada ASMIHA 2017 ini. Untuk di Indonesia, proses transplant masih tetap belum juga dapat dikerjakan bukanlah karna tehnik operasinya, namun karna belum juga ada system donor, system transfer, system penentuan pasien mana yang bisa didonorkan, dan lain-lain. Perlu untuk diingat, pertimbangan paling utama dalam menerapkan tehnologi yaitu tidak cuma untuk tingkatkan kwalitas hidup, namun bagaimana Clinical outcome-nya (hasil klinis) -yang terbagi dalam survival rate pasien, seperti berapakah jumlah pasien yang wafat kurun waktu 5 th. ke depan, apakah keadaan jantung lebih buruk,
Smart Detox Synergy apakah berlangsung serangan jantung sekali lagi, dst, ” tutupnya.